Rabu, 19 Agustus 2015

Monster atau Bidadari



Aku sibuk di dapur  menyelesaikan bakwan jagung pesanan anakku. Ya hari ini anakku memang request, katanya rindu makan bakwan jagung buatan bunda, katanya lagi bawan jagung buatan bunda enak luarbiasa. Pokoknya ga ada saingan, hehehehe. Setelah beres aku membawa sepiring bakwan jagung ke teras rumah. Kulihat anakku tak sendiri disana, ada Dira teman sekolahnya. Mereka sedang asyik bermain masak-masakan. Kuletakkan piring tersebut dan duduk ikut bermain bersama mereka. Setelah beberapa lama aku perhatikan ada bekas lebam di pipi kiri Dira, kuperhatikan sekali lagi dan benar itu lebam bukan noda atau kotoran. Aku bertanya kepada Dira,
“ Dira, pipi kamu kenapa nak?”
“ Dicubit sama mami.” Katanya sambil asyik bermain.
“ kenapa dicubit mami?” tanyaku.
“ Dira rebutan mainan sama Gilbert.”
“ Ooh...kamu sudah mintamaaf sama mami?”
“ Belum.” Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kekerasan fisik dengan memukul, mencubit, melempar adalah permasalahan anak sejak zaman purbakala. Terkadang kita sebagai orangtua tak sadar apa yang kita lakukan, yang pada ujung-ujungnya akan menyesal telah melakukan hal tsb. Kita sebagai orangtuan tinggal memilih mau jadi monster yang menakutkan bagi anak-anak kita atau menjadi bidadari yang dikagumi anak -anak. Semua tergantung pilihan dan sikap kita dalam memngasuh dan membimbing mereka. Nah sekarang bagaimana mengatasi kebiasaan melakukan kekerasan fisik anak-anak :
1.       Hitung 1,2,3 s/d 10
Ketika amarah sedang memuncak dan akan meledak tahan nafas dalam-dalam. Hitung dalam hati mulai dari 1 s/d 10 ulangi beberapa kali sampai otak jernih dan berfikir tenang. Saya sering mempraktekkan tips 1 ini dan ternyata ampuh. Betapa saya kesal,kecewa, marah ketika anak saya menumpahkan susu di print kertas tulisan yang hendak saya kirim ke penerbit. Tapi saya BERHASIL menahan amarah,  saya sadar bahwa itu bukanlah unsur kesengajaan dari anak saya.
2.       Kontrol diri dan kendalikan emosi
Ingat anak adalah mahluk kecil yang polos dan penuh ketulusan. Meski terkadang apa yang dilakukannya terkadang membuat orang tua menjadi kecewa. Contohnya bagaimana anak saya dengan santai dan bersemangat  mencoret-coret dinding rumah dengan crayon. Kemudian dengan bangganya pula dia berteriak dan memanggil-manggil " bunda...gambarnya bagus khan?" saya hanya mengelus dada dan berfikir positif.Horee, saya berhasil mengendalikan dan mengontrol diri.                      
3.       Belajar lebih sensitif terhadap anak
Ingin mengenal anak lebih dalam kita harus menjadi anak-anak. Kita harus masuk kedalam dunia mereka, dunia anak-anak. Apa yang disukainya, sesuatu yang membuatnya marah, hobbinya, teman dekatnya, dll. dengan demikian kita tahu apa maksud dan tujuan atas prilaku dan ucapan mereka.
Satu hal lagi yang perlu kita tanamkan bahwa masa kecil tak bisa di ulang. Tak bisa di restart seperti handphone. Goresan dan kenangan saat kecil akan menjadi kenangan bagi anak-anak kita kelak. Masihkah kita memarahinya atau mencaci makinya ketika dia berlari sambil memegang piala sementara sepatunya belum di lepas?  
Hmmmm...perlu direnungkan sesungguhnya anak hanya butuh belaian dan kasih sayang. Sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. Justru dengan kekerasan (memukul, mencubit atau menendang) akan menciptakan monster baru di masa depan. Manfaatkan tangan kanan dan kirimu untuk mengelus dan menyentuhnya dengan lembut bukan sebaliknya.
Meskipun kita menjadi monster, anak akan tetap memaafkan dan tidak balas dendam tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk memilih menjadi monster. Marilah menjadi bidadari, bidadari yang penuh kasih dan sayang.Demi masa depan dan kehidupan yang baik untuk anak-anak kita.

Sesuai dengan misi mulia dari SOS Children’s VillagesIndonesia  :                                                   
 Kami membantu mereka membangun masa depan “
Kami memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan kebudayaan dan agamanya serta berperan aktif dalam masyarakat.
Kami membantu anak untuk memahami dan mengasah kemampuan, minat, dan bakatnya.
Kami menjamin bahwa setiap anak memperoleh pendidikan dan pelatihan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai sukses dan mampu berkontribusi bagi masyarakat.
 

Sumber foto;
1.http://tse3.mm.bing.net/th?id=JN.0pSpkGpt62hAHwpijOLroQ&pid=15.1&H=226&W=160
2.http://tse4.mm.bing.net/th?id=JN.WyvCEJxaprfob8D8M9qSQA&pid=15.1&H=106&W=160

Tidak ada komentar: